Selasa, 24 November 2015

Pengembangan Kompetensi Sosial Pembentukan Karakter AUD



A.    Pengertian Karakter
Istilah karakter berasal dari bahasa Yunani, charassein yang berarti mengukir. Membentuk karakter diibaratkan seperti mengukir di atas batu permata atau permukaan besi yang keras. Dari sini kemudian berkembang pengertian karakter yang diartikan sebagai tanda khusus atau pola perilaku.
Menurut Doni Koesoema (2007:80) memahami bahwa karakter adalah sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik yang bersifat khas dari seseorang yang bersumber dari hasil bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan. Menurut Pusat Bahasa Depdiknas, pengertian karakter adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, dan watak.

Pembentukan karakter bangsa meru­pakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Dalam Undang-Undang Sisdiknas 2003 dikatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. Makna ungkapan tersebut begitu dalam dan sangat mulia, karena dalam tujuan pendidikan tersebut terkandung prinsip keseimbangan. Pendidikan kita tidak hanya untuk membentuk anak-anak yang hanya pintar dan cerdas saja, tetapi juga berkepribadian dan berkarakter/berakhlak mulia, sehingga melalui pendidikan ini diharapkan akan muncul generasi yang cerdas dari sisi intelektual, sosial emosional dan spritual.
Pendidikan karakter pada anak usia dini sudah sepatutnya menjadi prioritas para orang tua dalam lingkungan keluarga, karena pendidikan karakter harus dimulai dari dalam lingkungan keluarga, yang merupakan lingkungan pertama bagi pertum­buhan karakter anak. Dukungan para orang tua ini sangat penting dalam keberhasilan pendidikan karakter di lingkungan sekolah. Lingkungan keluarga dan masyarakat yang merupakan tempat dimana anak bergaul dan bersosialisasi memiliki tanggung jawab dalam pembentukan karakter anak.  
Jadi bisa disimpulkan bahwa karakter itu erat kaitannya dengan personality. Seseorang bisa dikatakan berkarakter apabila tingkah lakunya sesuai dengan kaidah moral. Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dirinya, lingkungan, bangsa dan negara dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya).

B.     Faktor Pembentukan Karakter
Adapun berikut faktor yang memengaruhi pembentukan karakter anak usia dini, yaitu sebagai berikut :
a)      Faktor bawaan
Bawaan dari dalam diri anak dan pandangan anak terhadap dunia yang dimilikinya, seperti pengetahuan, pengalaman, prinsip-prinsip moral yang diterima, bimbingan, pengarahan dan interaksi (hubungan) orangtua-anak.
b)      Faktor lingkungan
Karakter berhubungan dengan perilaku positif yang berkaitan dengan moral yang berlaku, seperti kejujuran, percaya diri, bertanggung jawab, penolong, dapat dipercaya, menghargai, menghormati, menyayangi, dan sebagainya. Pada dasarnya, setiap anak memiliki semua perilaku positif tersebut, sebagaimana telah ditanamkan oleh Sang Pencipta di dalam kodratnya. Masalahnya, kemampuan dasar yang terdapat di dalam diri anak itu tidak bisa berkembang dengan sendirinya, melainkan harus dikembangkan dengan sungguh-sungguh melalui pengasuhan dan bimbingan yang positif dari ibu-ayah. Begitupun dengan kompetensi sosial pada anak.
Pengembangan karakter anak banyak dipengaruhi oleh lingkungan terutama dari orangtua. Anak belajar untuk mengenal nilai-nilai dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai yang ada dilingkungannya tersebut. Dalam pengembangan karakter social anak, peranan orang tua dan guru sangatlah penting, terutama pada waktu anak usia dini.
Berbagai bentuk kejahatan dan tindakan tidak bermoral dikalangan anak menunjukan bahwa anak didik kita belum memiliki karakter sosial yang baik. Hal ini perlunya pengembangan karakter yang sesuai dengan anak, yang tidak sekedar pengetahuan, dan doktrinasi, tetapi lebih menjangkau dalam wilayah emosi anak.
Usaha atau upaya yang dapat dilakukan oleh guru dan orang tua dalam membangun karakter anak usia dini adalah:
a.       Memperlakukan anak sesuai dengan karakteristik anak.
b.      Memenuhi kebutuhan dasar anak antara lain kebutuhan kasih sayang, pemberian makanan yang bergizi.

C.    Kompetensi Sosial
Kompetensi  sosial merupakan salah satu jenis kompetensi yang harus dimiliki oleh anak-anak dan pemilikan kompetensi ini merupakan suatu hal yang penting. Menurut Leahly (1985) kompentensi merupakan suatu bentuk atau dimensi evaluasi diri (self evaluation), dengan kompetensi yang dimilikinya.
Kompetensi sosial adalah kemampuan anak untuk mengajak maupun merespon teman- temannya dengan perasaan positif, tertarik untuk berteman dengan teman-temannya serta diperhatikan dengan baik oleh mereka, dapat memimpin dan juga mengikuti, mempertahankan sikap memberi dan menerima dalam berinteraksi dengan temannya, (Vaughn dan Waters dalam Sroufe dkk, 1996).
Menurut Adam (dalam Martani & Adiyanti, 1991), kompetensi sosial mempunyai hubungan yang erat dengan penyesuaian sosial dan kualitas interaksi antar pribadi. Membangun kompetensi sosial pada kelompok bermain dapat dimulai dengan membangun interaksi di antara anak-anak, interaksi yang dibangun dimulai dengan bermain hal-hal yang sederhana, misalnya bermain peran, mentaati tata tertib dalam kelompoknya, sehingga kompetensi sosialnya akan terbangun.
Arikunto mengemukakan kompetensi sosial mengharuskan guru memiliki kemampuan komunikasi sosial baik dengan peserta didik, sesama guru, kepala sekolah, pegawai tata usaha, bahkan dengan anggota masyarakat. Berdasarkan uraian di atas, kompetensi sosial guru tercermin melalui indikator:
a)      interaksi guru dengan siswa
b)      interaksi guru dengan kepala sekolah
c)      interaksi guru dengan rekan kerja
d)     interaksi guru dengan orang tua siswa
e)      interaksi guru dengan masyarakat.
Kompetensi sosial juga mempunyai hubungan yang erat dengan penyesuaian sosial dan kualitas interaksi antar pribadi. Membangun suatu kompetensi sosial pada kelompok bermain anak dapat dimulai dari interaksi di antara anak-anak. Interaksi itu pun dapat dibangun dari bermain dalam hal-hal yang sederhana, misalnya bermain antar peran, mentaati tata tertib dalam suatu kelompoknya, sehingga kompetensi sosial itu pun dapat terbentuk pada anak.
Interaksi dengan teman sebaya juga merupakan satu sumber utama perkembangan sosial maupun kognitif, khususnya perkembangan empati. Dalam lingkungan tetangga, rumah dan sekolah, anak dapat belajar membedakan bermacam-macam hubungan teman sebaya-sahabat, teman bergaul, teman dalam kegiatan tertentu, kenalan baru, dan orang asing. Dengan membangun dan memelihara hubungan antar teman sebaya dan pengalaman sosial, terutama melalui konflik teman sebaya, anak tersebut dapat memperoleh pengetahuan mengenal dirinya dan dapat belajar tentang interaksi sosial.
Jadi, kompentensi sosial pada anak adalah suatu kemampuan untuk berinteraksi, komunikasi, serta kemampuan beradaptasi kepada teman sebaya, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, maupun lingkungan rumah.
Perkembangan sosial anak diperoleh dari kematangan dan kesempatan belajar dari berbagai respon lingkungan terhadap anak. Perkembangan sosial yang optimal diperoleh dari respon tatanan sosial yang sehat dan kesempatan yang diberikan kepada anak untuk mengembangkan konsep diri yang positif.
Dengan kegiatan bermain, sikap anak terhadap orang lain dapat dikembangkan. Sebaliknya, kegiatan belajar yang didominasi oleh aktivitas verbal dari guru cendrung membuat anak bosan. Mereka juga merasa tidak dihargai guru, sehingga menghambat perkembangan sosial anak.
Pengembangan sosial dengan cara bermain sangat penting bagi anak. Pengembangan tersebut hendaknya mengacu pada prinsip tentag pola- pola aktivitas sosial pada masa kanak-kanak sebagai berikut :
a.       Sejumlah anak kecil bermain atau bekerja secara bersama dengan anak. Guru atau orang tua diposisikan sebagai fasilitator atau penengah jika  ada konflik yang susah dikendalikan oleh anak sendiri.
b.      Persaingan merupakan dorongan bagi anak-anak untuk berusaha sebaik-baiknya. Pelajaran bersaing menjadi bekal utama ketika kelak ia berada ditengah-tengah masyarakat yang beragam
c.       Kesediaan untuk berbagi sesuatu dengan orang lain meningkat, dan berkurangnya sikap keakuannya
d.      Anak kecil tidak mampu berprilaku simpatik sampai mereka pernah mengalami situasi yang mirip dengan duka cita. Maksudnya,anak-anak dapat merasakan kesedihan atau kegembiraan temannya jika ia pernah mengalami hal tersebut. Pengalaman tersebut tidak harus benar-benar terjadi, melainkan bisa disiasati melalui melalui cerita,menonton drama, ataupun bermain peran.
e.       Rasa empati anak berkembang jika dapat memahami ekspresi wajah atau maksud pembicaraan orang lain.
f.       Ketergantungan terhadap orang lain dalam hal bantuan,perhatian,dan kasih sayang mendorong anak berprilaku dengan cara yang diterima secara sosial. Dari sini hendaknya anak diajari untuk dapat saling memberi dan menerima( take and give)
g.      Anak yang mempunyai kesempatan dan dorongan untuk membagi apa yang mereka miliki dan tidak terus menjadi pusat perhatian keluarga, akan belajar memikirkan dan berbuat untuk orang lain. Disini guru harus bisa memperhatikan anak didik secara proporsional dan tidak membeda-bedakan satu sama lain.

D.    Konsep Pembentukan Karakter Sosial Usia Dini
Pengembangan karakter anak banyak dipengaruhi oleh lingkungan terutama dari orangtua. Anak belajar untuk mengenal nilai-nilai dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai yang ada dilingkungannya tersebut. Dalam pengembangan karakter social anak, peranan orang tua dan guru sangatlah penting, terutama pada waktu anak usia dini.
Adapun usaha atau upaya yang dapat dilakukan oleh guru dan orang tua dalam membangun karakter anak usia dini adalah:
a)      Memperlakukan anak sesuai dengan karakteristik anak.
b)      Memenuhi kebutuhan dasar anak antara lain kebutuhan kasih sayang, pemberian makanan yang bergizi.
c)      Pola pendidikan guru dengan orangtua yang dilaksanakan baik dirumah dan di sekolah saling berkaitan.
d)     Berikan dukungan dan penghargaan ketika anak menampilkan tingkah laku yang terpuji.
e)      Berikan fasilitas lingkungan yang sesuai dengan usia perkembangannya.
f)       Bersikap tegas, konsisten dan bertanggung jawab.

E.     Faktor Pendukung Perkembangan  Sosial
Prayitno (1991:113) mengemukakan bahwa faktor pendukung perkembangan sosial adalah kesadaran tentang diri sendiri, dan kesadaran tentang orang lain.  Kecenderungan anak memahami orang lain menyebabkan anak mudah bergaul dengan orang lain tanpa mempertimbangkan untung ruginya. Selain itu untuk menciptakan dan mengembangkan rasa sosial diperlukan kesadaran atas diri sendiri yang meliputi keinginan ataupun emosinya, serta kesadaran atas diri yang cukup tinggi. Kesadaran tentang diri orang lain, tentang perasaan orang dan mampu menempatkan diri dengan orang lain akan memudahkan mengembangkan tingkah laku sosial

Tidak ada komentar:

Posting Komentar